NEWS – rah, CNBC Indonesia | 18 October 2022 18:25
Jakarta, CNBC Indonesia – Ambisi pemerintah untuk mendorong transisi energi dan menekan emisi karbon dicerminkan melalui regulasi dan berbagai inisiasi. Salah satunya rencana mempensiunkan PLTU batu bara dalam waktu dekat.
Langkah tersebut dinilai bisa efektif menekan emisi karbon dan menggalakan pemakaian pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). Meski demikian pertimbangan menghentikan PLTU batu bara bukan hanya dari sisi lingkungan, melainkan juga aspek sosial dan ekonomi.
Pasalnya, kekayaan Indonesia akan batu bara pun telah menjadi andalan berbagai daerah penghasil emas hitam ini. Batu bara turut mendorong perekonomian daerah, ekspor, hingga penyerapan tenaga kerja.
Kebijakan tersebut resmi tertuang dalam Peraturan Presiden No.112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik. Dalam Booklet batu bara 2020 Kementerian ESDM industri batu bara telah menyerap tenaga kerja di Indonesia hingga 150 ribu pada 2019.
Jumlah tenaga kerja tersebut belum termasuk penyerapan tenaga kerja di bidang operasional PLTU. Jika ditambah pekerja di PLTU maka jumlah lapangan kerja yang hilang pun semakin besar.
Anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan dampak yang akan muncul pada rencana pensiun dini PLTU harus diantisipasi. Pasalnya, ada ratusan ribu tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.
Menurut dia, dalam rencana pensiun dini PLTU, persoalan tidak hanya berhenti sebatas pada pemberian kompensasi kepada PLN saja. Namun, para pekerja terutama di sektor-sektor yang mengalami penyesuaian seperti di sektor batu bara juga perlu diperhatikan.
“Kalau beralih ke energi bersih menciptakan lapangan kerja. Orang yang bekerja di fosil beralih kecakapannya untuk meng-handle energi bersih, jadi sebenarnya selain merupakan tantangan tetapi juga ada peluang,” kata dia dalam Sustainable Energy Week, Kamis (6/10/2022.
Artinya transisi energi harus berjalan beriringan dengan penciptaan lapangan kerja baru. Dalam kesempatan berbeda, sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengelolaan Minerba Irwandi Arief mengatakan dunia tengah mengalami gelombang tak terduga yang membuat emas hitam ini masih terus dibutuhkan. Menurutnya pensiun dini PLTU batu bara harus dilakukan secara bertahap dan diimbangi oleh investasi energi baru terbarukan, sehingga lapangan kerja bisa terbentuk.
“Istilah kami dalam pelarangan PLTU batu bara ini, bukan pada phase out melainkan phase down, secara bertahap dan diimbangi energi baru terbarukan sehingga investasi di EBT terbentuk dan juga lapangan kerjanya,” ujar Irwandi dalan Mining Zone CNBC Indonesia belum lama ini.
Dia mengatakan Kementerian ESDM mencatat tenaga kerja di sektor pertambangan mencapai 1,6 juta orang dan batu bara ada 245 ribu orang. Sementara tenaga kerja di pembangkit listrik 310 ribu orang, yang setengahnya diperkirakan pada PLTU batu bara.
“Kalau ada transformasi tenaga kerja dalam energi baru terbarukan dengan strategi pemerintah dan dananya, baik dari internasional maupun anggaran, ini tidak akan terlalu berpengaruh pada kesempatan tenaga kerja bidang kelistrikan,” ujarnya.
Analisis dari lembaga kajian TrcansitionZero menyebutkan dibutuhkan dana sekitar US$ 37 miliar atau sekitar Rp 569 triliun (kurs rupiah Rp 15.396 per dolar AS) untuk menghentikan 118 pembangkit listrik batu bara lebih awal. Sementara Kementerian ESDM memperkirakan dibutuhkan dana hingga US$ 1 triliun atau Rp 15.387 triliun (kurs rupiah Rp 15.387 per dolar AS).
Angka dari ESDM tersebut termasuk untuk investasi di sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk mencapai net zero emission (NZE) pada sampai 2060. Kebutuhan pembiayaan transisi energi akan semakin meningkat seiring dengan diterapkannya pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Pembiayaan transisi energi akan semakin meningkat, karena dana pensiun PLTU batu bara mewajibkan membayar kembali pinjaman dan bunga kepada pengembang. Pemerintah juga harus menyiapkan langkah-langkah perlindungan sosial dalam rangka transisi industri dari penghentian pembangkit listrik tenaga batubara ke EBT, salah satunya dengan memberikan pelatihan untuk pekerja terimbas agar dapat mempersiapkan peralihan dari industri pertambangan ke energi pembaruan.
(rah/rah)