duniatambang.co.id |Tanggal terbit: 23-05-2020 | – Sektor industri nasional tengah bersiap menghadapi kehadiran Revolusi Industri 4.0. Termasuk juga sektor industri tambang yang tentunya juga akan merasakan pengaruh yang cukup signifikan. Industri pertambangan dalam memasuki revolusi industri 4.0 itu akan menghadapi setidaknya empat tantangan baru.
Tantangan yang akan dihadapi itu antara lain, Greenfield Exploration, peningkatan nilai tambah mineral, peningkatan nilai tambah batubara dan juga transformasi mining 4.0. Keempat tantangan itu tentunya akan menambah tekanan pada perusahaan tambang. Terlebih saat ini kondisi global sedang berada dalam ketidakpastian akibat wabah pandemi. Namun meski demikian, sejumlah perusahaan mengaku tetap optimis, karena sebenarnya ada kesempatan besar jika mampu bersaing dalam industri 4.0.
Lebih jauh mengenai masing-masing tantangan yang akan dihadapi perusahaan tambang tersebut, Kementerian ESDM memberikan pandangannya. Pertama mengenai Greenfield Exploration, di mana perusahaan tambang akan dituntut untuk melakukan eksplorasi pada area yang sebelumnya belum pernah dijelajahi atau diakibatkan minimnya data pendukung.
ESDM menyebutkan, jika selama 10 tahun terakhir ini perusahaan tambang Indonesia minim sekali dalam melakukan Greenfield Exploration. Sebab para investor cenderung memilih melakukan investasi untuk eksplorasi ke Chili dan Peru. Belum lagi hambatan lain karena disebabkan oleh tumpang tindihnya sejumlah peraturan dengan sektor lain.
Oleh karena itu, mengenai Greenfield Exploration sendiri, membutuhkan adanya dukungan dari junior mining company. Setelahnya data hasil eksplorasi oleh junior mining company bisa diserahkan kepada pihak lain yang memiliki kompetensi dalam hal pengolahan atau pemurnian.
Sementara itu untuk peningkatan nilai tambah mineral sejauh ini sudah diterapkan dengan baik, dengan adanya sejumlah proyek hilirisasi yang dilakukan perusahaan pertambangan. Proyek-proyek smelter yang dibangun sejumlah perusahaan tambang, diprediksi bisa mulai beroperasional dalam waktu dekat. Nilai investasi yang masuk untuk penggarapan proyek smelter itu juga tidak main-main.
Peningkatan nilai tambah mineral itu juga sedang gencar-gencarnya dilakukan dengan pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik. Terlebih Indonesia merupakan pemilik cadangan terbesar Nikel dunia. Persentasenya mencapai 23,67 persen dari cadangan dunia. Terlebih pada tahun 2025 nanti, kebutuhan akan kendaraan listrik akan mengalami peningkatan. Indonesia pun digadang-gadang akan memiliki 20 persen pengguna mobil listrik di tahun tersebut.
Lalu terkait transformasi mining 4.0, dengan semakin majunya teknologi saat ini, kini tidak hanya perusahaan besar yang bisa melakukan transformasi digital. Namun perusahaan skala kecil dan menengah pun bisa melakukan transformasi digital karena biayanya semakin terjangkau. Nantinya yang paling dalam kebutuhan digitalisasi oleh para stakeholder adalah mengenai laporan keuangan dan realisasinya di lapangan. Sehingga bisa dipantau secara real time dan terukur.