Jakarta, CNN Indonesia — Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sepakat dengan keputusan pemerintah Joko Widodo yang menetapkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada PLTU dan sawit menjadi kategori bukan bahan berbahaya dan beracun (non B3).
Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Nurul Taufiqu Rochman mengklaim limbah batu bara PLTU dan pabrik sawit tidak ada yang berbahaya.
“Limbah FABA ini justru bernilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk penunjang infrastruktur seperti bahan baku pembuatan jalan, conblock, semen hingga bahan baku pupuk,” kata Nurul mengutip Antara, Selasa (23/3).
“Komposisi dari limbah FABA ini sudah kami analisa dan sebagainya tidak ada yang berbahaya,” ujarnya.
Menurut dia, limbah batu bara dan sawit justru menjadi bahaya ketika tidak digunakan atau ditumpuk dalam jumlah banyak. Padahal, limbah itu bisa digunakan untuk berbagai produk.
“Jadi, kerugian besar jika limbah itu tidak digunakan,” ujar Nurul.
Sebelumnya, Peneliti LIPI bidang teknologi bersih, Ajeng Arum Sari, menyatakan keputusan pemerintah mengeluarkan limbah sawit sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) bisa mendorong pemanfaatan limbah untuk industri dan masyarakat.
Hal ini, menurutnya, karena biaya pengelolaan limbah akan berkurang sehingga penghematan bisa dialokasikan untuk mengubah limbah jadi produk.
Ajeng menjelaskan, limbah sawit atau biasa disebut Spent Bleaching Earth (SBE), adalah jenis limbah padat hasil penyulingan minyak kelapa sawit yang berasal dari industri pengolahan minyak hewani atau nabati. SBE berbentuk bubuk dengan komponen utama silika yang di dalamnya mengandung limbah minyak.
SBE, menurutnya, adalah jenis limbah kimia yang dapat mengakibatkan pencemaran air dan udara, hingga emisi gas rumah kaca bila dibuang langsung ke tempat sampah tanpa diolah terlebih dahulu.
Bagi tubuh manusia, debu dalam limbah sawit berpotensi menyebabkan penyakit silikosis atau kelebihan debu bila terlalu sering dihirup.
“Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan yang tepat dan cepat sehingga dampak limbah SBE tidak merugikan lingkungan dan masyarakat,” ujar Ajeng dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (13/3).
Masalahnya, kata Ajeng, pengolahan limbah sawit atau SBE membutuhkan biaya yang mahal bila dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya dan beracun (B3).
“Ketika limbah SBE dikategorikan sebagai limbah B3 maka ada biaya pengolahan limbah B3 yang harus dikeluarkan, di mana itu sangat besar,” kata dia.
Ajeng menyatakan, saat SBE dicabut dari daftar limbah B3 maka biaya pengolahan limbah relatif lebih murah, sehingga pemerintah bisa menggunakan penghematan untuk mengubah limbah jadi produk bermanfaat, dan bisa mendatangkan investor.
Menurut Ajeng, SBE sendiri bisa dimanfaatkan untuk membuat produk bila dicampur dengan bahan lain, seperti biodiesel, pengganti agregat halus pada campuran beton, bahan baku briket, bahan baku bata merah, zat penyerap atau adsorben (RBE), dan pembuatan katalis.
(antara/DAL)