Jakarta, CNN Indonesia — Kementerian ESDM akan membangun 41 GigaWatt (GW) konstruksi pembangkit listrik sebagai upaya memenuhi target rasio elektrifikasi dan kebutuhan listrik nasional seperti dicanangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut penambahan konstruksi pembangkit listrik dalam satu dekade mendatang masih akan didominasi energi fosil yang bersumber dari batu bara.
“Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih akan mendominasi sekitar 36 persen atau kurang lebih bergerak di angka 14-15 GW dari total penambahan 41 GW itu,” kata Rida, dikutip dari Antara pada Kamis (1/4).
Pada 2020, produksi tenaga listrik dari pembakaran batu bara mencapai 65,8 persen atau 181 GW hours dengan angka kapasitas terpasang mencapai 34,61 GW.
“Kita membutuhkan pasokan batu bara karena jumlah PLTU yang masih mendominasi,” jelas Rida.
Berdasarkan proyeksi pemerintah hingga 2030, Indonesia setidaknya membutuhkan pasokan batu bara sekitar 140-170 juta ton per tahun untuk menggerakkan PLTU dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional.
Merujuk data Badan Geologi Kementerian ESDM, total keseluruhan sumber daya batu bara di Indonesia saat ini mencapai 143,73 miliar ton dengan cadangan sebesar 38,81 miliar ton.
Sebanyak 90 persen cadangan batu bara di Indonesia memiliki kalori sedang dan rendah untuk konsumsi industri ketenagalistrikan, smelter, semen, pupuk, serta kertas.
Sedangkan pada tahun lalu, konsumsi batu bara dalam negeri atau domestic market obligation tercatat sebesar 121,89 juta ton dengan penggunaan terbesar untuk menyuplai PLTU.
Kini, Indonesia tercatat memiliki 237 PLTU batu bara dengan rincian sebanyak 31 persen terletak di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Kemudian, Sumatera sebesar 25 persen, Sulawesi 17 persen, Maluku 2 persen, dan Papua 1 persen.
(wel/bir)